Pendakian Gunung Pulosari Part 5

SUARITOTO Dulu katanya ada kepala desa yang biasa dipanggil Pak Arsad membuat perjanjian dengan raja babi Gunung Pulosari sehingga para babi tidak menyerang perkebunan warga. Semenjak kepala desa itu meninggal, koloni babi mulai menyerang perkebunan warga kembali.

Di tengah perjalanan, aku melihat seorang nenek sedang berdiri di antara pepohonan pisang. Wajahnya kusut dan rambutnya sudah penuh uban. Dia memperhatikan kami yang sedang melintas di hadapannya. 

“Rik, itu siapa?” tanyaku.

“Nyi Amah. Dia Orang gila. Dia memang suka berkeliaran di sekitaran sini,” jawab Riki. 

Saat barisan kami melintasi Nyi Amah, aku menoleh ke belakang. Ternyata dia mengikuti kami. Aku pun menghentikan langkah. 

“Lihat, dia ngikutin kita,” aku menunjuk ke arah nenek itu.

Riki menghampirinya. Ia tersenyum ramah.

“Nyi... punten jangan ganggu kami, ya!” Riki berbicara padanya. 

Tiba-tiba Nyi Amah terlihat panik. Matanya melotot ke arah kami. Dia malah menunjuk-nunjuk, lalu tergesa-gesa berjalan ke arahku. 

“Kasihan kamu, Nak,” Nyi Amah menyentuh pipiku sambil merintih. 

Aku menepis lengannya yang kotor. 

“Udah, Ri, ayo jalan lagi,” Eldi menarik lenganku. 

Riki kembali ke barisan. Kami meninggalkan Nyi Amah. Kulihat wajahnya tampak sedih. 

“Daria kebahan paeh!” teriak Nyi Amah dari belakang.

"Dia bilang kita semua akan mati? Duh... gue jadi kepikiran dan takut," kataku.

“Udah jangan dipercaya. Sudah kubilang dia itu orang gila,” kata Riki sambil tersenyum. 

Kami pun melanjutkan perjalanan. Aku melirik jam tangan, baru jam sepuluh siang. Tapi semakin masuk ke dalam hutan malah semakin temaram. Aku mendongak ke langit. Cuaca memang sedang mendung. 

Rombonganku mulai masuk ke dalam hutan. Jalan semakin terjal berbatu, juga licin. Suara kawanan monyet terdengar sangat mengganggu. Mereka bergelayutan di dahan-dahan pohon sambil melihat ke arah kami. 

“Kenapa, Mir?” tanyaku. 

Mira berhenti. Ia membetulkan kaca matanya lalu melihat ke arah semak-semak.

“Ayah?” kata Mira. Yang kutahu ayahnya Mira sudah lama meninggal.

Riki panik. Dia lari dari arah belakang menghampiri Mira.

“Mira! Jangan lihat ke sana!” teriak Riki sambil menghalangi pandangannya. 

Perasaanku mulai tidak enak.




Posting Komentar

0 Komentar