Pendakian Gunung Pulosari Part 6

SUARITOTO "Mira jangan melamun. Ini di gunung, bahaya," Riki menyadarkan Mira.

"Tapi, jelas-jelas tadi gua lihat Ayah ada di sana," ia menunjuk ke arah semak-semak.

"Udah Mir. Kita jalan lagi aja. Itu pasti cuma halusinasi lu," kataku. 

Kami kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah pendakian, Mira minta istirahat dulu sejenak. Napasnya terengah-engah, wajahnya sangat berkeringat. 

Aku duduk di atas batu besar sambil menikmati pemandangan yang menyejukkan. Ada batang-batang pohon besar dan suara burung bersahutan dengan monyet. Gunung Pulosari memang mejadi habitat nyaman bagi koloni monyet. Di sepanjang perjalanan tadi, aku selalu melihat monyet bergelantungan di dahan pohon. 

Selesai istirahat, Riki mengajak kami kembali melanjutkan perjalanan. Ia membagikan tongkat kayu yang baru saja ia buat sendiri. Tongkat itu berguna untuk membantu pendakian. 

"Kira-kira berapa jam lagi kita sampai ke Curug Putri?" tanyaku. 

"Udah deket, kok. Sebentar lagi juga sampai," jawab Riki. 

"Ayo lanjut jalan. Kita pasti bisa!" Eldi memberi semangat.

Tidak sampai setengah jam akhirnya kami tiba di Curug Putri. Air terjun itu tidak terlalu tinggi, airnya pun tidak deras. Ini terbilang air terjun kecil, biasa digunakan para pendaki untuk sekadar cuci muka atau mengisi botol air minum mereka. Kedalaman airnya hanya sebetis, jadi tidak akan membahayakan para pendaki. 

Saat kami tiba di Curug Putri, suasana di sana sedang sepi. Mungkin para pendaki lainnya sudah melanjutkan perjalanan menuju kawah. Hanya ada seorang anak lelaki kurus yang umurnya mungkin saja baru belasan tahun. Dia membawa botol-botol kosong dan mengisinya dengan air Curug Ciputri.





Posting Komentar

0 Komentar