Santet Sanak Kadang Part 2

SUARITOTO - Tahun 2000

Santet pertama muncul dan mengenai menantu kesayangan Eyang seluruh keluarga kebingungan, karena berita kematian Pakde Yoso yang mendadak. Anehnya ketika beliau meninggal, bukan wewangian yang tercium, melainkan bau busuk aroma kematian.

"Aku mau cerita ke kamu, tapi jangan kesini," kata Bude Yoso istri pakde Yoso kepada papaku.

"Cerita apa mbak?," tanya papaku.

"Masmu itu sudah bersekutu sama setan, aku enggak tau tujuannya apa, tapi yang jelas, kali ini tumbalnya dia sendiri," kata Bude Yoso.

"Gimana ceritanya mbak?," tanya papa.

"Aku belum tau gimana cerita aslinya, yang jelas, dia mati karena ulahnya sendiri," kata Bude Yoso.

Malam tahlilan ketiga Pakde Yoso, disambut dengan bau busuk seantero rumah dan bau anyir darah. Bahkan, seluruh makanan yang seharusnya digunakan untuk tahlilan, mendadak basi.

Nasi yang baru matang pun seketika menjadi basi. Timbul belatung dari setiap lauk yang dimasak, seluruh orang yang ikut membantu ketakutan.

Hingga tak lama kemudian, terdengar suara benda jatuh yang teramat kencang dan disusul dengan suara erangan memilukan. Kami semua mendengar hal itu, bahkan kasak-kusuk yang terdengar, itu adalah suara Pakde Yoso yang tersiksa.

Seolah tak cukup sampai disitu saja, bahkan air yang keluar dari keran, yang akan digunakan untuk membersihkan beras pun berubah menjadi darah.

BACA JUGA : Pendakian Gunung Lawu Part 1

Iya, darah

Tidak hanya campuran air dan darah melainkan memang darah yang mengalir. Jika kalian mengira itu berakhir, nyatanya tidak, daging yang akan dimasak, berubah menjadi gumpalan-gumpalan daging yang bercampur nanah.

Seolah kurang, bahkan ayam segar yang dibeli semua berubah menjadi ayam tiren. Tahlilan tiga harian itu berubah menjadi kepiluan dan malu.

Aku melihat Eyang berjalan tanpa alas mengelilingi rumah bude. Eyang mengajak cucu kesayangannya untuk membantunya dan semua cucu Eyang turut andil kecuali aku, karena aku bawa sial menurut Eyang.

Memang setelah itu, semua berjalan dengan lancar dan baik sebagaimana mestinya. Semua kembali normal, walaupun masih nampak kengerian dari air muka para warga yang turut andil pada saat itu.

Tapi semua tertutupi karena mereka tidak ingin kena bala. Mungkin dari kalian sudah pernah tau tentang pocong hitam, pocong putih, pocong abu-abu. Tapi pernahkah dengar tentang pocong hijau atau merah?.

Konon kabarnya pocong jenis ini merupakan peliharaan orang dengan ilmu hitam linuwih, di mana syarat memilikinya pun tidak gampang.

Malam itu setelah acara 3 harian Pakde Yoso, kami semua tertidur berjejer di ruang tengah karena kamar sudah penuh, dan tidak ada lagi tempat.

Tepat pukul 1 dini hari sepupuku Iput berteriak, ternyata dia kerasukan. Disitu hanya aku yang tidak menangis dan tidak panik, lagian untuk apa panik dan nangis, toh dia kesurupan karena salahnya sendiri.

Tak lama setelah Iput disusul sepupuku yang lain, mereka kesurupan secara bergantian. Hanya aku yang tidak mengalaminya, entah aku yang terlalu tidak peka atau bodo amat, karena aku memilih melanjutkan tidurku.

BACA JUGA : Gugur Bunga Bundaran Teknik UGM Part 1

Sampai kemudian, kalau tidak salah, pukul 03.00 aku terbangun.

"Ma, itu banyak pocong deh, ada yang warna hijau tuh di depan, katanya nyariin bude Yoso, minta bude bayar utangnya," kataku disambut dengan pelototan banyak orang karena mereka tidak percaya kata-kataku.

Akhirnya aku tidak dapat tertidur lagi, karena aku merasa bahwa pocong-pocong itu mengawasiku dari luar. Kadang bingung, kenapa sih mereka itu bajunya enggak warna yang uwu, pink kek atau polkadot kek, atau mukanya uwu kek.

Harus banget mukanya rusak dan berbelatung.

"Ma liat deh ma, itu loh di bawah pohon belimbing, mama ih," rengekku.

"Kamu itu jangan ngaku-ngaku bisa liat, mana bisa kamu lihat kayak gitu, kamu itu cuma cucu bawa sial, karena kamu lahir barengan sama sengkolo, gara-gara kamu Eyang meninggal, kalo Eyang gak meninggal demi kamu, mungkin Eyang masih hidup demi biar kamu bisa lahir nantinya, makanya Eyang kamu yang berkorban, bukannya bersyukur udah dilahirin, malah ngomong yang enggak-enggak," kata Bude Lin.

Jujur aku terdiam, pantas saja Eyang tidak pernah melihatku, bahkan aku selalu diasingkan, tidak seperti cucunya yang lain. Mama melihatku dengan tatapan aneh, aku tahu mama juga sakit hati mendengarnya, hanya karena aku lahir bertepatan dengan seribu hari meninggalnya Eyang, aku selalu dicap pembawa sial.

Siapa juga yang mau lahir bertepatan dengan seribu hari kematian Eyangnya. Kalo boleh minta, aku juga nggak mau apalagi dilahirkan dari keluarga besar macam kalian.

Sejak saat itu, dendamku kepada mereka kian bertambah kematian pakde Yoso, merupakan babak baru dari serangkaian teror yang berujung kematian.




Posting Komentar

0 Komentar