Kontrakan Angker Part 8

SUARITOTO -  Kita lanjutkan ceritanya ya geng ^^ 

“Itu ada yang minta tolong,” kata lelaki kurus.

“Siapa ya?” aku pura-pura tidak tahu.

“Suaranya dari arah sini,” lelaki berambut keriting keluar dari kamar dan menunjuk dapur. 

“Iya, benar dari dapur,” aku membenarkan. 

“Saya udah seminggu nggak di rumah, Pak. Ada urusan di luar kota. Jangan-jangan ada orang yang masuk rumah saya ya,” kataku. Wajah mereka sama sekali tidak curiga. 

“Coba kita cek,” ajak lelaki kurus. 

Kami pun beranjak ke dapur. Sialnya aku lupa menutup tripleks itu dengan keramik. 

“Suaranya dari bawah sini,” lelaki kurus menunjuk tripleks itu. 

“Ada ruang bawah tanah ya, Pak?” tanya lelaki keriting. Tampaknya dia mulai curiga. 

“Ada, Pak. Coba aja kita cek yuk. Satu orang ikut saya ke dalam,” ujarku. Aku membuka tripleks itu. 

Lelaki kurus masuk bersamaku ke dalam lubang itu. Sesampainya di ruang bawah tanah, aku mengikutinya dari belakang. 

“Tolong!” Jason menangis sambil minta tolong. 

“Ada anak kecil, Pak Heri!” saat lelaki kurus itu menoleh ke arahku, kuhantam dia dengan sebuah linggis. 

BACA JUGA : Pendakian Gunung Gede Part 1


 Seketika dia terkapar. Kedua matanya melotot. Napasnya tercekat di tenggorokan, dia sekarat. Tubuhnya bergerak-gerak seperti kecoa yang baru saja dibunuh. 

“Tolong…!” mendengar bunyi pukulan itu, Jason semakin berteriak. 

Aku tersenyum tipis sambil menyeka darah yang barusan muncrat ke dahiku. Aku mendongak ke atas tangga. Tinggal satu orang lagi di sana. Kudengar dia memanggil-manggil temannya. Segera aku naik ke permukaan. 

“Tolong, Mas. Ada anak kecil di bawah. Tolong bantu kami,” pintaku. Aku akan menjebaknya lagi.

Dia pun buru-buru turun ke bawah. Aku sudah menunggunya dan siap menghantam kepalanya dengan linggis. 

“Mana anak kecilnya?” tanya dia sambil menoleh ke arahku.

Sialnya saat kuhantamkan linggis itu, dia berhasil menghindar lalu menerjang tubuhku. Kami pun sama-sama terjungkal. 

“Bangsat! Apa-apaan ini?” bentaknya, sambil merangkul tubuhku dengan sangat kuat. Sementara itu, Jason terus berteriak minta tolong.

Aku mengamuk. Tangan kananku menggapai-gapai linggis yang tergeletak tak jauh dariku. Dengan susah-payah, aku berhasil meraih linggis itu. Lalu, dalam posisi terbaring kupiting leher belakangnya. Dia tampak kesulitan bernapas. 

“Mati kau!” teriakku sambil tertawa.

BACA JUGA : Hantu Universitas Indonesia


 Keringat membasahi wajahku. Sekuat tenaga kucapit leher belakangnya. Lalu dia menghantam telingaku dengan tinjunya. Seketika saja telinga kananku berdengung. Dia berhasil melepas linggis itu. Beberapa kali lelaki itu menghantam wajahku dengan tinjunya. 

Kini linggis itu ada di tangannya. Saat dia akan menghantamku dengan ujung linggis, aku berhasil menghidar lalu kutendang perutnya. Lelaki itu terjungkal. Segera kuraih linggis dan menancapkan ujung linggis tepat di perutnya. Dia sekarat dan tewas seketika. 

Sementara temannya dari tadi masih sekarat. Dia menatapku, tubuhnya kaku seperti orang yang kena stroke. Aku jongkok dan menatap wajahnya yang seperti menahan sakit. Bibirnya bergetar. Aku tahu dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi tidak bisa. Aku tidak mau membunuhnya, biarkan dia merasakan sakitnya sekarat. 

“Kita selamat, Jason. Ayah sudah membunuh mereka semua,” aku menghampiri Jason yang meringkuk di sudut ruangan sambil menangis. 

“Ayo kita pindah ke kamar,” kutarik lengannya. Tapi, tampaknya anakku itu tidak bisa berdiri. Dia terlihat lemas dan pucat. Ah, iya dia belum makan dari kemarin. 

“Tunggu di sini ya. Ayah mau cari makanan dulu buat kamu.”

Aku naik ke permukaan. Lubang itu kututup kembali dengan tripleks dan kutindih dengan lemari agar Jason tidak kabur. Aku akan masak mi instan buat Jason. Kasihan sekali anakku itu. Pasti dia kelaparan. 

Oh iya, hari ini aku juga akan melukis. Ada dua mayat baru yang bisa kujadikan model. Tampaknya karyaku akan sangat bagus. Hahaha... bukankah selama ini karyaku memang selalu bagus?




Posting Komentar

0 Komentar