Kontrakan Angker Part 9

SUARITOTO Menu pagi ini adalah Mie instan dan telur mata sapi. Kuputar lagu 'Di Wajahmu Kulihat Bulan' karya Ismail Marzuki. Lagu itu mengingatkanku pada masa-masa indah bersama istri tercinta. Setelah semuanya matang, kubawa makanan itu ke ruang bawah tanah. Dengan hati-hati aku menuruni tangga agar makanannya tidak tumpah. 

Saat hendak menyuapi Jason, tiba-tiba kudengar ada yang mengetuk pintu sambil memanggil namaku. Sialan! Siapa lagi sih? Banyak sekali tamu pagi ini! Kuletakkan makanan di hadapan Jason yang masih meringkuk di sudut kamar. Tubuhnya menggigil, wajahnya juga pucat. Kasihan sekali anakku itu. 

Segera aku naik ke permukaan. Dari balik jendela kulihat seorang lelaki berpakaian dinas. Mungkin saja dia petugas dari kecamatan. Sebisa mungkin kupasang wajah ramah lalu kubuka pintu. Lelaki itu tersenyum ramah padaku. Dia mengenakan papan nama bertuliskan 'Asep' segera kusapa dia. 

"Selamat pagi Pak Asep. Ada perlu apa ya?" tanyaku sambil tersenyum. 

Dahinya seketika berkerut, dia seperti melihat sesuatu yang aneh pada diriku. 

"Di wajah bapak ada darah tuh," dia menunjuk wajahku. 

"Oh... hahaha tadi habis potong ayam. Hari ini saya masak ayam Pak," aku mengusap wajahku dengan lengan baju. 

"Oh begitu. Maap mengganggu waktunya Pak Heri. Perkenalkan saya Burhan. Kedatangan saya ke sini mau tanya soal rumah bapak," ujarnya. 

"Tanya apa ya Pak?"

"Rumah bapak ada yang sewa ya?"

"Kemarin sih ada, tapi sekarang orang yang sewa rumahku sudah pindah. Kenapa ya Pak?" tanyaku lagi. 

"Jadi gini Pak Heri. Ada saudaraku yang mau sewa rumah bapak," kata lelaki itu. 

"Hm..., begitu ya. Masuk aja dulu Pak biar enak ngobrolnya," aku mempersilakannya duduk di atas sofa. 

"Kira-kira mau sewa berapa lama Pak?"

"Kurang lebih setahun lah."

"Boleh Pak, kira-kira kapan mau mulai sewanya?" tanyaku. 

"Minggu depan. Saudaraku sudah berkeluarga dan punya dua anak. Oya harga sewanya berapa buat setahun Pak?"

"15 juta, Pak," jawabku.

"Baik nanti akan saya infokan ke saudara saya ya Pak," katanya. 

"Iya Pak. Sebentar ya," aku mengambil secarik kertas dan pulpen lalu menulis nomor teleponku di kertas itu dan menyerahkannya. 

"Ini nomor teleponku Pak. Hubungi saya saja ya," kataku. 

"Baik Pak. Kalau gitu saya pamit ya," katanya sambil beranjak keluar rumah.

BACA JUGA : Hantu Universitas Indonesia

Aku mengantarnya sampai depan pintu. Sebelum dia pergi, lelaki itu sempat mengomentari mobil yang terparkir di halaman rumahku. 

"Wah Pak Heri punya mobil berplat nomor Bandung ya," dia memperhatikan mobil itu. 

"Oh iya, itu baru saya beli beberapa minggu lalu dari orang Bandung."

"Keren mobilnya Pak," katanya sambil menyalakan mesin motor. 

Aku hanya tersenyum, kalau saja tadi dia berani macam-macam pasti sudah kubunuh. Setelah itu aku kembali ke ruang bawah tanah. Sayangnya Jason tidak mau makan, tubuhnya semakin lamas. Aku khawatir dia sakit. 

"Kamu sakit ya Nak?" aku menyentuh keningnya. 

Jason tidak menjawab, kedua matanya menatapku. Tatapan itu tajam seperti hendak membunuhku. 

"Ayah bilang makan! Kalau kamu nggak makan, nanti kamu mati!" aku menjejali mulutnya. Dia malah menangis. 

Karena tidak tega, aku pun kembali melunak. 

"Maapkan ayah ya. Ayah nggak mau kamu sakit," kataku sambil mengelus ramputnya. Dia tetap menangis.

Oh aku lupa, lelaki yang barusan kuhantam kepalanya, apakah dia sudah mati? Aku cek lelaki yang terkapar di lantai, tampaknya dia masih hidup. Dadanya turun naik, dia masih sekarat. Ah ia, aku punya ide. Selama ini aku hanya melukis orang yang sudah mati dan belum pernah melukis yang sedang sekarat. Ini akan jadi pengalaman pertamaku.

Kusandarkan lelaki itu pada dinding, kedua matanya berkedip-kedip. Semoga saja dia nggak keburu mati. Perlahan aku mulai melukis wajahnya. Kepala lelaki itu miring seperti orang yang terkena penyakit stroke. 

Saat sedang melukis, tiba-tiba ada seseorang yang menghantam kepalaku dari belakang dengan benda karas. Seketika aku terkapar di lantai. Sesaat sebelum tak sadarkan diri, kulihat Jason menaiki tangga. Sialan ternyata dia hanya pura-pura lemas.




Posting Komentar

0 Komentar