Kontrakan Angker Part 10 (The End)

SUARITOTO Aku berhasil kabur dari rumah Pak Heri. Untung saja pintu rumah tidak dikunci. Dengan sisa tenaga yang ada, aku lari ke perumahan warga untuk meminta tolong. Warga di sana tidak mau gegabah, mereka langsung menelepon polisi, sedangkan aku dibawa ke rumah sakit. 

Anehnya, menurut cerita warga sekitar, saat polisi menyergap rumah Pak Heri. Bajingan itu sudah tidak ada di rumah. Padahal aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau Pak Heri terkapar setelah kuhantam dengan benda keras. 

Aku menceritakan semua kejadian yang kulihat di rumah itu pada polisi. Dan mereka berhasil menemukan mayat-mayat manusia yang dikubur di bawah lantai dan halaman rumah, sedangkan Pak Heri buron. Tidak ada yang tahu di mana dia sekarang. 

Rumah Pak Heri dibakar warga. Mereka geram dengan kasus pembunuhan sadis yang dilakukan Pak Heri. Kini rumah itu rata dengan tanah. Ruang bawah tanahnya masih ada. Kata warga, ruang bawah tanah itu menjadi sangat angker. Mereka sering mendengar jeritan wanita dari lubang itu. Karena meresahkan, akhirnya lubang itu diurug dengan tanah. 

Aku benar-benar tidak habis pikir, kemana larinya Pak Heri? Bertahun-tahun kasus ini masih menjadi misteri. Banyak yang berspekulasi kalau Pak Heri dibawa oleh makhluk halus ke alam jin. Aku pribadi tidak percaya dengan hal itu. 

Aku yakin sampai saat ini, Pak Heri masih hidup. Tapi di mana dia? Ingin sekali aku membunuhnya. Selama bertahun-tahun, aku berusaha mencari keberadaan bajingan itu dan sama sekali tidak membuahkan hasil. 

BACA JUGA : Pendakian Gunung Gede Part 1

Di hari ulang tahunku yang ke 29, aku merayakannya dengan istri dan kedua anakku di rumah. Aku juga mengundang beberapa staff kantorku. Aku memang sekarang sudah berkeluarga dan menjadi pengusaha sukses. Tapi tetap saja, masih ada yang mengganjal dalam hidupku. Kejadian masa kecil yang mengerikan membuat resah. Mungkin kalau saja aku berhasil membunuh bajingan itu, hidupku akan tenang.

"Ayo Pak Jason tiup lilinnya," kata staff-ku sambil tersenyum ramah. 

"Iya Pah ayo tiup. Baca doa dulu ya," istriku menyentuh pundakku. 

Lamunanku buyar dan segera kutiup lilin kue ulang tahunku. Mereka pun bertepuk tangan, istri dan anakku memelukku. Tidak lama kemudian ada seseorang menekan bel pintu rumahku. Itu pasti teman-temanku yang terlambat datang.

Namun dugaanku salah. Tidak ada siapa-siapa di sana, aku hanya menemukan bingkisan segi empat seperti bingkai foto besar yang dibungkus menggunakan kertas koran. 

Langsung kubuka bingkisan itu. Ternyata itu adalah sebuah lukisan. Sososk dalam lukisan itu benar-benar membuatku terkejut lantaran ada diriku sendiri dilukisan itu yang sedang terikat di kursi sambil menangis. Juga ada jenazah ibu yang dibunuh, dan ayah yang kepalanya bersandar di lahunan ibu. Aku ingat betul saat itu Pak Heri yang melukis kami. 

Siapa yang mengirim lukisan ini? Aku lari ke halaman rumah, mencari si pengirim lukisan. Namun, sama sekali tidak ada siapa-siapa di halaman rumahku. Kubuka pintu gerbang, lagi-lagi di depan rumahku juga sepi. Aneh sekali!

"Kenapa Yah?" tanya istriku. Dia juga ikut panik. 

Aku tidak menimpalinya dan langsung mengecek kembali lukisan itu. Tepat di bawah lukisan ada sebuah tulisan yang sangat kecil, tapi masih dapat aku baca.

'Selamat ulang tahun anakku tercinta. Salam dari ayahmu.'

Heri

Bajingan itu ternyata masih hidup dan selama ini dia mengintaiku. 

SELESAI




Posting Komentar

0 Komentar