Kontrakan Angker Part 5


SUARITOTO Tampaknya dia tidak mendengar teriakanku. Atau mungkin dia pura-pura tidak mendengarnya. Aku lari menjauh dari kamar itu, mencoba untuk kabur dari rumah. Sialnya pintu susah sekali dibuka, ada yang sengaja menguncinya. 

"Tolong!" teriakku sambil memutar handle pintu, berharap ada seseorang di luar sana yang mendengarku.

"Berisik!" bentak lelaki itu dari dalam kamar.

Wajahku berkeringat, napasku terengah-engah. Aku terkejut saat melihat Pak Heri muncul dari dalam kamar. Tangan kirinya mengenggam kuas, sedangkan tangan kanannya menggenggam tali tampar. Dia mendekatiku dengan wajah kesal.

"Jangan berisik nanti ada yang dengar," desisnya.

"Tolong!" aku tetap berteriak, tapi sepertinya tidak ada seorang pun yang dapat mendengarku.

Pak Heri mengikat kedua tangan dan kakiku lalu menyeretku ke dalam kamar. Ia mengambil kursi lipat dan mendudukkanku di samping mayat ibu. Tubuhku juga diikat, mulutku dilakban. Aku menangis ketakutan sambil menoleh pada ibuku yang sudah tidak bernyawa. 

Lalu Pak Heri berjalan ke sudut ruangan, dia menyingkirkan tumpukan lukisan dan membongkar keramik lantai itu satu per satu. Aku tidak tahu apa yang sedang ia cari, sesekali Pak Heri menyeka keringat di dahinya. 

Setelah keramik di sudut ruangan itu dibongkar, ia lalu menggali tanah tanpa alat apa pun. Dia hanya menggunakan kedua tangannya. Dari dalam tanah itu, dia menarik sebuah lengan manusia dan memaksanya keluar. 

BACA JUGA : KKN Desa Penari Part 1

Tampaklah jasad ayahku yang sudah kaku. Aku melenguh sambil mengamuk hingga jatuh ke lantai. Masih dalam keadaan terikat pada kursi, aku berusaha meringsut mendekati jasad ayah. Pak Heri tidak memedulikanku, dia menyeret jasad ayah lalu menyandarkannya pada ibu. 

"Nakal banget sih kamu," katanya sambil menarikku kembali ke posisi awal. 

Pak Heri membariskan kami. Dia juga membenarkan posisi ayah, tangan ayah diletakkan di atas lahunan ibu, sedangkan kepala ibu ditundukkan ke arah ayah sehingga terlihat sedang bermesraan. Dia juga membetulkan posisiku agar menghadap ke ibu. 

"Nah kalau begini kan enak posisinya. Kamu jangan bergerak ya. Mau saya lukis dulu."

Dia kembali ke tempat duduknya lalu mengganti kanvasnya dengan yang baru. Setelah lukisan itu selesai, Pak Heri menunjukkannya padaku. Aku tertunduk karena tidak sanggup melihat lukisan mengerikan itu.

"Nah kita pajang di sini ya," ujar Pak Heri.

"Kau tahu Jason, sebagian lukisan ini adalah karya bapakku. Kami memang gemar melukis orang mati," katanya sambil membetulkan posisi lukisannya agar presisi.

BACA JUGA :  Hantu Universitas Indonesia

Kemudian Pak Heri menghampiriku, dia merogoh sesuatu dari celana pendeknya. 

"Lihat ini, Jason," dia menunjukkan foto anak kecil seumuranku. Foto itu hitam putih dan sudah lusuh. 

"Kau mirip sekali dengan anakku yang sudah meninggal. Jangan khawatir, aku akan merawatmu seperti anakku sendiri."

Aku menggelengkan kepala sambil terus melenguh. Tak lama kemudian ada seseorang mengetuk pintu. Dia memanggil-manggil nama ibuku. Aku kenal suaranya, itu suami baru ibuku. Mendengar suara itu, Pak Heri panik. Dia membuka ikatan tali di kursiku. 

Dengan terburu-buru Pak Heri langsung menggotongku ke dapur. Dia membuka triplek yang menutupi lubang bawah tanah dan tanpa pikir panjang lagi dia langsung melempar tubuhku ke dalam lubang itu. 

Kepalaku membentur lantai sampai berdarah, tapi aku masih dalam keadaan sadar. Tali yang mengikat kaki dan tanganku sangat kuat mumbuatku tidak bisa berkutik sama sekali. Tidak ada yang bisa kuperbuat selain berdoa semoga ada seseorang yang bisa menyelamatkanku. 

Dari atas kudengar triplek itu dibuka kembali. Ada benda yang dijatuhkan dari sana. Aku mengaduh kesakitan karena benda itu menimpah punggungku. Dan... saat kulihat ternyata itu adalah kepala suami barunya ibuku. Aku tidak ingat siapa namanya, tapi jelas sekali aku kenal wajah itu. 

BACA JUGA : Pendakian Gunung Gede Part 1

Aku menjerit sekuat tenaga, suaraku tertahan di tenggorokan. Sesaat setelah kepala itu jatuh, Pak Heri juga menjatuhkan bagian tubuhnya. Tubuh itu berdebam dan hampir saja menimpahku.

 Malam ini bagaikan mimpi buruk, aku tidak menyangka kalau Pak Heri adalah dalang dari semua ini. Tapi kenapa dia berbuat seperti ini? Apakah semua lukasan itu adalah orang yang pernah ia bunuh?

Sesaat kemudian, kudengar ada seseorang yang menuruni tangga. Itu pasti Pak Heri, aku meringsut mencari tempat untuk bersembunyi. Sambil menuruni tangga, Pak Heri bersiul. Sesekali dia juga memanggil namaku. 

"Jason...."

"Jason ayah datang."

Suara itu sangat mengerikan bagiku.



BACA JUGA : Kisah Kelam Sadako


Posting Komentar

0 Komentar