Santet Sanak Kadang Part 7

SUARITOTO Semua berjalan normal, hingga pada puncaknya, serangan bertubi - tubi datang lagi. Dan kali ini memakan banyak korban di luar keluarga.

Aku masih ingat betul malam itu, malam di mana suasana rumah terasa sesak tepat 41 hari sebelum Eyang meninggal. Aku mengambil gawaiku, menelefon mama, memberitahu kondisi rumah yang aku tempati bersama Eyang sudah tidak aman.

Bahkan seperti mau gempa, hingga pendeta di samping rumahku pun bertanya, ada apa dengan kondisi rumahku. Tak lama kemudian pendeta pun berdoa, dan mengajak kami ke rumahnya jika kami ketakutan.

Tapi Eyang menolak itu semua, dengan alasan aku besok pagi kuliah, sedangkan Eyang tahu betul bahwa besok adalah hari liburku.

Aku tidak bisa tidur malam itu, karena suasananya benar-benar mencekam. Suara erangan, cakaran, langkah kaki kuda dan bau danur begitu menusuk hidungku. Jujur aku pasrah malam itu, karena aku benar-benar tidak sanggup lagi rasanya.

BACA JUGA : Tragedi Paiton

Di tengah kepanikanku, aku mendengar orang membuka gerbang, dan aku mendengar suara mama papaku ternyata mereka tidak sendiri, malam itu mereka membawa banyak santri dan juga ada Pak Sastro dan Habaib Farhan.

Hingga suara mobil Gus Malik terdengar, malam itu kami mengadakan pengajian, Gus Malik dan santrinya berkeliling rumah untuk mencari jika ada hal-hal yang mencurigakan yang ditanam.

Dan benar saja, satu per satu benda aneh muncul. Jika biasanya pocong dan segala printilannya yang ditanam, kali ini untuk pertama kalinya aku melihat makam bayi-bayi entah bayi siapa yang ditumbalkan demi kehancuran keluarga ini.

Seolah hal itu tidak kalah mengerikan, di setiap sudut rumah ditemukan kepala kerbau yang bertuliskan masing-masing nama keluargaku, tapi yang membuatku heran, kenapa namaku ditulis di dua kepala kerbau sekaligus?.

BACA JUGA : Kisah Gumiho

Aku mendengar bahwa selain kedua orangtuaku, ternyata mereka paling menginginkan kematianku. Kalo dipikir-pikir aneh juga, kenapa harus aku dan disaat itu juga, untuk pertama kalinya aku dibersihkan, tapi dengan polosnya aku bilang "Ma, aku mules deh, boleh nggak ke kamar mandi?," tanyaku.

Dan dijawab "Silahkan, keluarin aja semuanya, jangan tanggung-tanggung," kata Pak Sastro.

Akupun lari ke kamar mandi secepat kilat, dan aku masih mendengar bahwa mereka membicarakan tentang aku, bahwa memang nantinya aku akan seperti itu jika dibersihkan.

Lalu ketika aku sedang khusyuk, aku mendengar suara teriakan yang ernyata salah satu santri Gus Malik muntah darah hingga ia harus dilarikan ke Rumah Sakit, yang naasnya ia harus meregang nyawanya di dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.

Malam itu 3 santri meregangkan nyawanya, kembali berpulang ke rumah terakhirnya. Aku sempat berfikir, ini santet atau apa,  kenapa semengerikan ini, dan kenapa harus ada yangg meninggal.

Kami menyudahi malam itu, karena kami semua harus pulang ke rumah orangtuaku, tapi Eyang bersikeras untuk pulang ke rumah Budeku di wilayah atas kota lumpia.

Ingin ku mengumpat, tapi apa daya aku kalah suara. Akhirnya kami semua berangkat kesana, tapi nyatanya di sana pun terjadi hal yang sama.

Peperangan gaib tak terelakkan, tapi kali ini untuk sesaat kemenangan ada di pihak kami. Hanya sesaat, karena ternyata keesokan harinya kami harus kembali ke rumah bude untuk menyelesaikan ini semuanya.

Kami juga harus pulang untuk memakamkan dengan layak, bayi-bayi yang kami temukan. Aku tidak bisa membayangkan, karma apa yang akan ditanggung pengirimnya bayi yang tidak berdosa harus ikut serta seperti ini.

BACA JUGA : Kolam Renang Angker Indonesia

Aku benar-benar shock, hancur, dan trauma malam itu kengerian yang dihadapkan padaku ini real, benar-benar memilukan.

Sesampainya di rumahku, aku langsung tertidur karena mata ini tak sanggup lagi menahan kantukku dan ternyata di dalam tidurku, aku memberi tau letak semua barang kiriman beserta lokasinya dan semua yang aku tunjuk mengeluarkan benda-benda tidak masuk akal.

Mulai rambut orang mati, patok kuburan perawan yang meninggal selasa kliwon, bangkai cemani yang ditusuk pas dileher beserta belatinya dan masih banyak lagi.

Semua berhasil dikeluarkan malam itu, tanpa terkecuali. Tidak ada satupun barang yang tersisa dan tertinggal hingga keesokan harinya pembersihan di rumah dan di badan Bude dimulai.

Malam pertama tidak terjadi apa-apa hingga malam ke tujuh, malam ke tujuh merupakan malam puncak dari serangkaian teror yangg telah terjadi

Malam ini merupakan malam ketujuh pembersihan rumah budhe. Segala ubo rampe, santri, dan entah apalagi aku tak tau karena mama hanya menyuruhku untuk tidak ikut campur.

BACA JUGA : Kontrakan Angker Part 1

Semua diawali setelah selesai solat isya' mulai solat berjamaah, dilanjut dengan tawasul, dan kemudian dilakukan pembersihan. Suara ledakan tidak berhenti, satu per satu muntah darah lantai keramik pun pecah satu per satu.

Tiba-tiba dari langit, jatuh onggokan bayi, yang membuat kami semua terkejut, bahkan air di dalam bak kamar mandi bergejolak. Hingga pukul 12 malam, terdengar teriakan dari luar, ternyata salah satu santri ada yang sedang bergelut dengan mautnya.




Posting Komentar

0 Komentar