Pendakian Gunung Pulosari Part 36

SUARITOTO Sampai sore, kami tidak kunjung menemukan jalan setapak. Taburan kembang itu membawaku ke tempat yang tidak pernah kudatangi sebelumnya. Hutan ini berkabut dan membuat jangkauan penglihatanku terbatas.

Uswah menyalakan senter. Ia mengarahkannya ke semak-semak untuk memastikan kalau kembang itu masih ada. Dia berhenti. Kulihat wajahnya terkejut. 

“Kenapa?” tanyaku sambil menoleh ke arahnya. 

Cahaya senter itu ia geserkan beberapa meter ke depan menembus kabut yang tebal. Tampaklah mayat-mayat manusia yang terkapar di hadapan kami. Itu mayat para pendaki, mereka masih mengenakan jaket, tas ransel, dan sepatu gunung. 

“Jangan disentuh!” kataku saat Uswah mencoba memeriksa mayat itu.

Kami melanjutkan perjalanan melangkahi mayat-mayat itu. Mereka mati dengan mengenaskan. Ada yang lehernya digorok, ada yang bola matanya hilang, bahkan aku melihat kepala yang terpisah dari tubuhnya. 

Apakah benar perkataan Pak Jaro kalau para pendaki lain celaka karena ulah kelompokku? Entah kenapa, aku merasa bersalah sekarang. 

Kabut semakin lama semakin menguar dan hilang. Kini tidak ada lagi mayat di hadapan kami. Selang beberapa saat terdengar suara gemuruh air dari kejauhan. 

“Curug Putri. Itu pasti Curug Putri,” kataku dengan penuh semangat. 

Uswah berbinar. Ia kembali memapahku mengikuti taburan kembang melati. Dan, benar saja, itu adalah Curug Putri. Kami senang karena di dekat air terjun itu ada jalan setapak menuju perkampungan warga. 




Posting Komentar

0 Komentar