Pendakian Gunung Pulosari Part 32

SUARITOTO Tubuhku dibaringkan di tengah lingkaran tersebut. Mereka melepas batang kayu. Sedangkan lengan dan kakiku tetap diikat. 

Tak jauh dari tempatku berbaring, ada dua tengkorak manusia tergeletak bersebelahan dengan sesajen. Apakah itu tengkorak dua pendaki yang melanggar larangan? Entahlah, yang jelas pemandangan itu semakin membuatku takut. Tidak ada jalan lain lagi untuk bisa selamat. Mungkin sudah takdirnya aku mati seperti ini. 

Pak Jaro dan dua anak buahnya duduk sila di luar lingkaran. Mata mereka terpejam. Pak Jaro membacakan mantra dalam bahasa Sunda. Mantra itu terdengar sangat mengerikan, semacam persembahan tumbal untuk makhluk gaib.

Setelah selesai, Pak Jaro mendekatiku. Ia membawa sebuah batang kayu. Ia lalu menancapkannya di dekat kepalaku. 

“Jangan, Pak! Aku mohon ampuni aku,” air mataku keluar. 

Yang kuingat adalah kedua orang tuaku di rumah. Mereka sudah sangat tua dan pasti jatuh sakit kalau mendengar anaknya tewas tak wajar seperti ini. 

Pak Jaro menyuruh anak buahnya mengikat leherku dengan tali. Lalu, ujung tali itu diikatkan lagi pada kayu tadi. 

“Tarik kakinya!” suruh Pak Jaro. 

Aku sekarang dalam posisi mengambang. Kedua kakiku ditarik, leherku diikat. Mereka akan memenggal leherku. Pak Jaro keluar dari lingkaran. ia mengambil arit lalu bersiap memenggal kepalaku. 

“Surga menunggumu, Nak.”

Aku menangis. Dari arah kanan tiba-tiba kulihat roh Riki memandangiku dengan tatapan nelangsa.  

“Riki....”

“Temanmu itu sudah mati. Kau akan menyusulnya,” kata Pak Jaro. 

Ia mengacungkan arit lalu menebaskannya ke leherku....




Posting Komentar

0 Komentar