Pendakian Gunung Pulosari Part 28

SUARITOTO Kulepaskan tali yang mengikat tubuhnya. Aku lalu mencari permukaan tanah yang lembap sehingga mudah untuk digali. Dengan susah payah, aku menggali tanah itu menggunakan sebuah batang kayu sebesar lengan orang dewasa yang telah kuruncingkan ujung kayunya. 

Aku tidak mampu menggali tanah itu terlalu dalam. Asal bisa menimbun jasad Riki itu sudah cukup. Setelah berhasil menguburkannya, kutancapkan batang kayu tersebut sebagai penanda kuburannya. Kamudian, aku berdoa untuk Riki.

Malam kembali jatuh. Aku masih menyusuri jalan setapak yang seolah tidak berujung. Mira dan Eldi tidak lagi muncul. Sementara bola api masih melayang mengikutiku kemana pun aku pergi. Tak lama kemudian, aku mencium bau kayu kering yang dibakar. Dari jauh terlihat bayangan api unggung. 

“Akhirnya...,” aku tersenyum bahagia. Tampaknya ada seseorang yang berkemah di sekitaran sini. 

Kupercepat langkahku menerjang semak-semak. Tapi, setibanya di sumber cahaya aku tidak melihat orang berkemah di sana. Itu lagi-lagi gubuk tua yang pernah kudatangi. Di depan gubuk itu ada api unggun yang menyala dan seorang lelaki yang sedang duduk sila menghadap api tersebut. 

Aku mengenali lelaki itu. Dia Pak Jaro, si juru kunci Gunung Pulosari. Aku tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Kudekati dengan perlahan. Dia bangkit dari duduk silanya sebelum aku sempat menyapa. Pak Jaro menatapku dengan tatapan datar. Aku waspada. Tangan kananku bersiap memegang pisau. 




Posting Komentar

0 Komentar