Pendakian Gunung Pulosari Part 23

SUARITOTO Karena penasaran, pelan-pelan aku mengintipnya dari celah lubang dinding bilik. Tampak Abah Sarta sedang berbicara dengan seorang wanita cantik. Mereka duduk saling berhadapan. Pakaian wanita itu seperti puteri kerajaan. Ia mengenakan kebaya merah dan sarung batik keemasan bermotif bunga. Rambutnya di kondek. Banyak pernak-pernik emas di rambutnya.

“Sumuhun, Nyai...” Abah Sarta mengangguk-angguk. Ia tidak berani menatap wajah wanita itu. 

“Entong ngaganguan cocoan kula,” kata wanita itu dalam bahasa Sunda. 

Aku mengerti artinya, 'jangan menggunggu mainan saya'.

“Sumuhun, Nyai, hampura kula.” Abah Sarta kembali mengangguk. 

Aku semakin takut. Wanita itu menoleh ke arahku. Ia tersenyum dingin. Wajahnya putih, tidak wajar seperti patung lilin. Aku menjauh dari dinding bilik lalu kembali ke tempat tidur. 

Tidak lama kemudian, pintu diketuk tanpa ada suara memanggil. Aku pura-pura tidak dengar, pintu kamar terus diketuk semakin keras. Tiba-tiba ada cahaya api yang terpancar dari jendela. Ocos itu muncul lagi. Kali ini dia melayang tenang di jendela kamar.

Kuperhatikan bola api itu ternyata mempunyai dua mata seperti manusia. Ia melirik ke arahku dengan tatapan datar. Malam terasa panjang dan mengerikan.




Posting Komentar

0 Komentar