Pendakian Gunung Pulosari Part 20

SUARITOTO “Siapa ini?” tanya kakek itu sambil menunjuk ke wajahku. 

“O...orang. Nya... nyasar,” kata si nenek.

“Ngapain bawa orang nyasar ke sini, Sapinah?” kakek itu terlihat kesal. 

Si nenek menunjuk ke langit, “Ocos... ocos. Ada tuh...”

Si kakek mendongak ke langit. Sontak saja dia terkejut saat melihat bola api mengambang di atas sana. 

“Ayo cepat masuk!” pinta si kakek. 

Aku dan nenek buru-buru masuk ke dalam rumah. Kayu bakar diletakkan begitu saja di halaman rumah. Pintu dikunci rapat, tirai jendela ditutup, aku dibawa masuk ke dalam kamar si kakek.

Kamar itu bau tembakau kering. Mungkin si kakek menyimpan tembakau di kamarnya. Ada lampu canting yang di gantungkan di dinding bilik.

“Namaku Abah Sarta dan ini istriku Sapinah. Apa yang terjadi sampai-sampai kamu bisa diikuti ocos, hah?” 

“Namaku Ori, Bah. Awalnya aku dan tiga orang temanku mau berkemah di kawah gunung. Tapi, di perjalanan, satu persatu temanku hilang. Mereka semua digondol jin.” 

Abah Sarta menggelengkan kepala, “Apa kesalahan kalian?”

“Teman saya mengotori Curug Putri dengan darah mensturasinya,” kataku.

Abah Sarta terlihat sangat terkejut mendengar penjelasanku. 

“Gawat, itu gawat! Kamu tahu sudah berpuluh-puluh tahun Pulosari aman dan tidak ada korban jiwa satu pun. Gara-gara temanmu, bisa jadi para pendaki lain juga ikut celaka.”

Abah Sarta marah. Urat lehernya sampai menonjol.

“Apa yang harus aku lakukan, Bah?”

 “Sulit. Ini sulit,” ia menoleh pada si nenek. 




Posting Komentar

0 Komentar