Pendakian Gunung Pulosari Part 19

SUARITOTO “Nek jalan pulang ke arah mana ya?” aku bertanya dengan sangat hati-hati.

Ia menyeringai seolah ingin mengatakan sesuatu. Tangannya menunjuk ke arah Timur sambil tersenyum ramah. Tapi, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat ketakutan saat melihat bola api melayang di langit.

“O... ocos, ocos,” katanya terbata-bata. 

Dia sangat panik. Nenek itu lalu melihat lagi ke arahku. Kali ini dia mendekat. Langkahnya berat karena punggungnya menggendong kayu bakar. 

“I... ikut. i... ikut. Itu ocos,” dia selalu terbata-bata.

Mungkin karena sudah tua, jadi dia mengalami gangguan dalam berbicara. Nenek itu menarik lenganku. Sepertinya dia mau membawaku ke suatu tempat. Sesekali dia mendongak ke langit melihat bola api yang terus mengikutiku. 

“Kita mau ke mana, Nek.”

“Em... sana. Ke... sana. Rumah...,” katanya sambil menepuk dadanya sendiri. 

Aku tahu mungkin aku akan dibawa ke rumahnya. Aku rasa nenek ini bukan jelmaan jin. Tidak ada tampang orang jahat di wajahnya. Lagipula kejahatan apa yang bisa dilakukan seorang nenek seperti dia? Lebih baik aku tidak lagi mencurigainya. Siapa tahu dia bisa menolongku. 

Tidak lama kemudian, aku tiba di sebuah rumah panggung. Rumah itu terlihat lebih rapi daripada gubuk yang kutemui beberapa hari lalu. Ada dua jendel kaca di bagian depannya. Aku tidak menyangka ada sebuah rumah di tengah hutan seperti ini.

Cahaya temaram dari lampu canting terlihat dari jendela itu. Si nenek mengetuk pintu tersebut. Terdengar derit langkah kaki mendekat. Gagang pintu bergerak, pintu pun dibuka. Seorang lelaki tua mengenakan jaket hitam dan sarung berdiri di hadapanku. 




Posting Komentar

0 Komentar