Pendakian Gunung Pulosari Part 12

SUARITOTO “Riki kenapa kita balik lagi ke gubuk ini?” 

Riki tidak menimpali perkataanku. Sepertinya dia sedang berpikir keras. 

“Kompas, Rik. Lu bawa kompas, nggak?” aku berdiri lalu menghampirinya.

“Sebentar,” Riki memintaku untuk memegangi senternya. Dia membuka tas ranselnya untuk mencari kompas.

“Ada, Rik?” 

“Wah untungnya gua bawa nih,” ia tersenyum sambil menunjukkan kompas itu padaku. 

“Sukurlah,” aku menepuk pundak Riki. Kulirik jam tangan ternyata sudah jam dua dini hari. 

Dari balik semak-semak kudengar suara dengkuran babi hutan sedang mencari makan. Aku dan Riki harus selalu waspada karena babi hutan itu bisa saja menyerang kami. 

“Kita ke arah mana sekarang?”

“Barat,” kata Riki sambil menyesuaikan arah jarum kompasnya. 

Tanpa putus asa, kami berdua kembali berjalan mengikuti arah jarum kompas. Kali ini aku yakin kami tidak akan balik lagi ke gubuk sialan itu. Riki yang berjalan di depanku semakin lama langkahnya semakin cepat. Sampai-sampai aku harus berlari kecil agar tidak tertinggal.

“Rik, pelan-pelan jalannya,” kataku. 

Riki tiba-tiba berbelok ke kanan, aku tidak dapat melihatnya karena terhalang oleh semak-semak. Riki menghilang, kucari dia sambil menyorotkan senter ke segala arah, tapi tetap tidak ada. 

“Rik! Riki!” aku panik, keringat membasahi wajah. 

Kudengar dengkur babi semakin mendekat. Semak belukar di hadapanku berguncang, sontak saja aku lari terbirit-birit tanpa arah dan tujuan. Semuanya jadi kacau, aku semakin tersesat di gunung ini. 

Lelah, itu yang kurasakan. Kakiku rasanya tidak sanggup lagi untuk berlari. Nafasku terengah-engah, tenggorokanku kering, persediaan air sudah habis. Kulepaskan tas ransel dan melemparkannya ke semak-semak lalu aku berbaring di atas rerumputan yang basah. Kulihat di langit, bulan mengambang dengan tenang. Ah, kalau saja aku tidak pernah ikut dalam pendakian ini, mungkin semuanya akan baik-baik saja.




Posting Komentar

0 Komentar