Pendakian Gunung Pulosari Part 48

SUARITOTO Kukecup kandungannya yang sudah lima bulan itu. Dia tengah mengandung anak kedua kami. 

“Papah berangkat, ya? Doakan supaya Papah berhasil membawa tantemu pulang,” kukecup lagi perut istriku, lalu mengelus anak pertamaku yang sedang tidur pulas. 

“Berapa hari, Pah?” tanya istriku. 

“Paling lama tiga hari.”

“Hati-hati, Pah. Pulang saja kalau tidak ketemu. Nanti kita ngomong baik-baik saja ke ibunya Mira.”

“Papah yakin Mira dan teman-temannya masih hidup. Papah pasti bisa menemukan mereka.”

Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jam jam satu dini hari. Segera kuraih tas ransel dan senapan angin. Juga topi koboi yang langsung kukenakan layaknya aktor Jeff Bridges. Aku berangkat dengan mengendarai motor Scorpio yang sudah kumodif sedemikian rupa. 

Tadi siang, aku sudah mencari tahu mengenai jalur pendakian yang jauh dari permukiman warga. Jadi tidak akan ada satu pun warga yang tahu tentang pendakian ini. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya aku tiba di lokasi pendakian. 

Motor kugembok di bagian lubang cakramnya. Aku sengaja menempatkannya tersembunyi di semak-semak. Dari kejauhan terdengar suara burung hantu berkukuk. Itu membuat suasana menjadi mencekam.

Kuarahkan cahaya senter ke jalan setapak yang sudah dirimbuni rumput. Jalan ini seperti sudah lama sekali tidak dilintasi manusia. Medan yang kutempuh pun semakin menanjak. Senter kupasangkan di moncong senapan. Aku harus siaga, kalau tiba-tiba ada binatang buas yang tiba-tiba menyerang.

Tak lama kemudian, aku berhenti melangkah. Terdengar suara menelisik di balik semak-semak. Suara itu diikuti dengan dengkur babi. Dengan panik kuarahkan moncong senapan ke semak-semak itu, lalu menembakkannya. Babi itu lari terbirit-birit.




Posting Komentar

0 Komentar